11 Alasan Pentingnya Mengenal Sifat-Sifat Allah (Al-Asma` Al-Husna)


Mengenal dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah sangatlah agung, penuh dengan kebaikan dan keutamaan, serta mengandung beraneka ragam buah dan manfaatnya.

Keutamaan dan keagungan perihal mendalami ilmu Al-Asma` Al-Husna akan lebih jelas dengan memperhatikan beberapa keterangan berikut.

Pertama: ilmu wacana nama-nama dan sifat-sifat Allah yaitu ilmu yang paling mulia dan paling utama, yang kedudukannya paling tinggi dan derajatnya paling agung. Tentunya hal ini sangat dimaklumi alasannya adalah kemuliaan suatu ilmu pengetahuan bergantung kepada jenis pengetahuan yang dipelajari dalam ilmu itu. Sementara itu, telah dimaklumi pula bahwa tiada yang lebih mulia dan lebih utama daripada ilmu perihal nama-nama dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Al-Qur`an yang mulia dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Abu Bakr Ibnul ‘Araby rahimahullah berkata,“Kemuliaan sebuah ilmu bergantung kepada apa-apa yang diilmui padanya. Sementara itu, (mengenal Allah) Al-Bari yakni semulia-mulia pengetahuan. Oleh alasannya adalah itu, mengilmui nama-nama-Nya yakni ilmu yang paling mulia.”[1]

Oleh alasannya adalah itu, mempelajari dan mendalami makna Al-Asma` Al-Husna adalah amalan yang paling utama dan mulia.

Kedua: mengenal Allah dan memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya akan menambah kecintaan hamba kepada Rabb-nya, akan membuat seorang hamba semakin mengagungkan dan membesarkan-Nya, lebih mengikhlaskan segala harapan dan tawakkal hanya kepada-Nya, serta menciptakan rasa takutnya terhadap Allah semakin mendalam. Tatkala pengetahuan dan pemahaman seorang hamba akan nama-nama dan sifat-sifat Rabb-nya semakin kuat dan mendalam, akan semakin berpengaruh pula tingkat penghambaannya kepada Allah, semakin nrimo perilaku berserah dirinya kepada syariat Allah, serta semakin tunduk kepada perintah Allah dan semakin jauh meninggalkan larangan-Nya.

Ketiga: mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya ialah dasar keimanan dan, dengan itu pula, iktikad akan semakin bertambah.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Si’dy rahimahullah berkata, “Sesungguhnya, mengimani dan mengenal Al-Asma` Al-Husna meliputi tiga jenis tauhid: tauhid rubûbiyyah, tauhid ulûhiyyah, dan tauhid Al-Asma` wa Ash-Shifat. Tiga jenis tauhid ini yakni perputaran dan ruh iman, serta pokok dan puncak (keimanan). Oleh sebab itu,setiap kali pengetahuan hamba akan nama-nama dan sifat-sifat Allah semakin bertambah, akan bertambah pula keimanan dan akan semakin kuat doktrin (hamba) tersebut.”[2]

Demikian pula sebaliknya, siapa saja yang pengetahuannya ihwal nama-nama dan sifat-sifat Allah kurang, kurang pula keimanannya.

Siapa saja yang mengenal Allah, ia akan mengenal segala sesuatu selain Allah. Namun, siapa saja yang kondisinya justru sebaliknya, perhatikanlah firman-Nya,

“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa terhadap Allah maka Allah mengakibatkan mereka lupa terhadap diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” [Al-Hasyr: 19]

Cermatilah ayat di atas. Tatkala seseorang lupa terhadap Allah, Allah membuatnya lupa terhadap dirinya sendiri, lupa terhadap apa-apa yang merupakan kebaikannya, serta lupa terhadap alasannya adalah-alasannya keberuntungannya di dunia dan darul baka.

Keempat: sebetulnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengadakan makhluk yang sebelumnya mereka tidaklah pernah terwujud dan tidak pernah tersebut. Allah ‘Azza wa Jalla juga memudahkan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi untuk mereka serta memberikan banyak sekali nikmat kepada mereka yang tidak mungkin mampu dijumlah dan dihitung. Seluruh hal tersebut yaitu agar mereka mengenal Allah dan menyembah-Nya. Allah Jalla Sya`nuhu berfirman,

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit, mirip itu pula bumi. Perintah-Nya berlaku padanya semoga kalian mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan bahwasanya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” [Ath-Thalaq: 12]

Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman pula,

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya, patutkah kalian kafir terhadap Yang membuat bumi dalam dua hari dan mengadakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Rabb alam semesta.’ Di bumi itu, Dia membuat gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan padanya Dia menentukan kadar kuliner-masakan (penghuni)nya dalam empat hari. (Penjelasan itu sebagai tanggapan) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian, Dia menuju langit, sedang langit itu masih merupakan asap, kemudian Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, ‘Datanglah kalian berdua menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.’ Keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan suka hati.’.” [Fushshilat: 9-11]

Allah ‘Azza Dzikruhu juga menyatakan,

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali semoga mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka tidak pula menghendaki semoga mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi Rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kukuh.” [Adz-Dzariyat: 56-58]

Oleh alasannya itu, perjuangan seorang hamba dalam mengenal dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah ialah sesuai dengan maksud penciptaannya. Meninggalkan dan menelantarkan hal tersebut tergolong melalaikan maksud penciptaannya. Karena, sangatlah tidak layak seorang makhluk yang lemah yang telah menerima banyak sekali macam keutamaan serta telah merasakan beraneka ragam karunia dan nikmat Allah, tetapi beliau jahil terhadap Rabb-nya serta berpaling dari mengenal kebesaran, nama-nama, dan sifat-sifat-Nya.

Kelima: bantu-membantu Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta mengasihi timbulnya imbas nama-nama dan sifat-sifat-Nya kepada makhluk. Tentunya hal ini merupakan bab dari kesempurnaan Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

Di antara nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla yaitu Ar-Rahman dan Ar-Rahim[3] yang Maha merahmati makhluk dengan berbagai nikmat. -Sebagai pola-, perhatikanlah surah Ar-Rahman, dari awal sampai final surah, yang menunjukkan rahmat Allah yang maha luas. Pada awal surah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“(Allah) Yang Maha Merahmati, Yang telah mengajarkan Al-Qur`an. Dia menciptakan manusia, Mengajarnya semoga akil berbicara. Matahari dan bulan (beredar) berdasarkan perhitungan. Tumbuh-tanaman dan pepohonan tunduk kepada-Nya. Dan Dia telah meninggikan langit dan meletakkan neraca (keadilan) semoga kalian jangan melampaui batas perihal neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu secara adil dan janganlah kalian mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang memiliki kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang baunya harum. Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian dustakan?” [Ar-Rahman: 1-13]

Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman,

“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Rabb yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Ar-Rûm: 50]

Karena rahmat Allah, Allah menyayangi hamba-hamba-Nya yang mempunyai sifat merahmati makhluk lain sebagaimana yang ditunjukkan dalam nash-nash dalil yang sangat banyak.

Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu Al-‘Alim ‘Yang Maha Mengetahui’ dan Allah mencintai orang-orang yang pintar sebagaimana dalam nash-nash dalil yang sangat banyak.

Allah ialah At-Tawwab ‘Maha Menerima Taubat’ dan Allah menyayangi orang-orang yang bertaubat,

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” [Al-Baqarah: 222]

Demikianlah seterusnya.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Demikianlah keadaan nama-nama Allah yang maha husna. Makhluk yang paling Dia cintai ialah siapa saja yang bersifat dengan konsekuensi dari (Al-Asma` Al-Husna itu). Sedangkan, (makhluk) yang paling Dia benci yaitu siapa saja yang bersifat dengan kebalikan dari (Al-Asma` Al-Husna itu). Oleh sebab itu, (Allah) membenci orang kafir, zhalim, jahil, yang berhati keras, bakhil, penakut, hina, dan bejat. Sementara itu, (Allah) Subhanahu yaitu Jamil ‘Maha indah, manis’, cinta kepada keindahan; Alim, cinta kepada ulama; Rahim, cinta kepada orang yang merahmati; Muhsin ‘Maha Memberi Kebaikan’, cinta kepada orang yang berbuat kebaikan; Syakûr ‘Maha Pembalas Jasa’, cinta kepada orang yang bersyukur; Shabûr ‘Yang Maha Sabar’[4] cinta kepada orang yang bersabar; Jawwad ‘Maha Dermawan’[5], cinta kepada orang-orang yang gemar memberi dan berbuat kebajikan; Sattar [6], cinta kepada As-Sitr; Qadir, mencela kelemahan -“dan mukmin yang berpengaruh lebih Dia cintai daripada mukmin yang lemah”-[7]; ‘Afûw ‘Maha Pemaaf’, cinta kepada sifat pemaaf; dan Witr ‘Yang Maha Satu’, cinta kepada yang witir[8]. Setiap hal yang Allah cintai merupakan efek dan konsekuensi dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Sedangkan, setiap hal yang Dia benci berasal dari apa-apa yang bertentangan dan berlawanan dengan (dampak dan konsekuensi dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya).”[9]

Keenam: orang yang benar-benar mengenal Allah ‘Azza wa Jalla akan berdalil dengan sifat-sifat dan perbuatan Allah terhadap segala sesuatu yang Dia perbuat dan segala sesuatu yang Dia syariatkan. Karena, seluruh perbuatan Allah adalah keadilan, keutamaan, dan pesan yang tersirat, yang telah menjadi konsekuensi dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Oleh sebab itu, tiada suatu apapun yang Dia syariatkan, kecuali sesuai dengan konsekuensi tersebut. Sehingga, segala hal yang Allah beritakan yaitu sesuatu yang hak dan benar, sedang segala perintah dan larangan-Nya adalah keadilan dan pesan tersirat.

Misalnya, seorang hamba memperhatikan Al-Qur`an dan segala sesuatu yang Allah beritakan kepada makhluk melalui ekspresi para rasul perihal nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-Nya serta tentang keharusan menyucikan dan membesarkan Allah terhadap segala sesuatu yang tidak layak. Juga, dia memperhatikan bagaimana perbuatan Allah kepada para wali yang memurnikan ibadah hanya kepada-Nya dan kenikmatan yang mereka peroleh alasannya itu, ataupun ia memperhatikan bagaimana keadaan orang-orang yang menentang-Nya dan kebinasan balasan perbuatan mereka. Berdasarkan hal ini, orang-orang yang memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya akan berdalilkan bahwa Allah ialah satu-satu-Nya Ilah yang berhak diibadahi, “Yang Maha bisa atas segala sesuatu”, “Yang Maha Mengetahui segala sesuatu”, “Yang siksaan-Nya keras”, “Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”, “Yang Maha Berkuasa lagi Maha Bijaksana”, “Yang Maha melakukan segala sesuatu yang Dia kehendaki”, dan seterusnya berupa hal-hal yang memperlihatkan rahmat, keadilan, keutamaan, dan hikmah Allah Jalla wa ‘Ala.

Apabila seorang hamba memperhatikan hal di atas, tidaklah diragukan bahwa hal tersebut akan menambah keyakinannya, memperkuat imannya, menyempurnakan tawakkalnya, dan semakin menambah penyerahan dirinya kepada Allah.

Ketujuh: mengenal Allah dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat-Nya yaitu perniagaan yang sangat menguntungkan. Di antara manfaatnya adalah membuat jiwa menjadi tenang, hati menjadi tentram, dada menjadi lapang dan bersinar, mencicipi keindahan surga Firdaus pada hari akhir zaman, melihat wajah Allah Yang Maha Agung lagi Maha Mulia, meraih keridhaan Allah, dan selamat dari kemurkaan dan siksaan-Nya. Insya Allah, laba-laba tersebut akan lebih tampak lagi pada uraian Al-Asma` Al-Husna yang akan diterangkan dalam tulisan ini secara bersambung.

Kedelapan: pandai wacana nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah penjaga dari ketergelinciran, pembuka pintu amalan shalih, pemacu untuk menyongsong segala ketaatan, penghardik dari dosa dan maksiat, pembersih jiwa dari sikap-sikap tercela, penghibur pada masa petaka dan bencana alam, pengawal dalam menghadapi gangguan syaithan, penyeru kepada akhlak mulia dan fadhilah, serta lain sebagainya yang merupakan buah dan manfaat ilmu Al-Asma` Al-Husna.

Kesembilan: mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah yakni dasar pokok untuk mengetahui segala ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini sebab yang dipelajari -selain ilmu wacana Allah Tabaraka wa Ta’ala- terbagi dua:

1.Makhluk-makhluk yang diadakan dan diciptakan oleh Allah Ta’ala.

2.Perintah-perintah yang, dengannya, Allah memerintah makhluk, baik berupa perintah kauny maupun perintah syar’iy.

Sedangkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,

“Ingatlah bahwa mencipta dan memerintah hanyalah hak (Allah).” [Al-A’raf: 54]

Telah dimaklumi bahwa segala ciptaan dan perintah Allah ialah baik, dibangun di atas kemaslahatan, rahmat, dan kasih sayang untuk segenap makhluk. Seluruh hal tersebut yakni efek dari kandungan Al-Asma` Al-Husna. Oleh karena itu, para ulama menyampaikan bahwa penciptaan dan perintah bersumber dari Al-Asma` Al-Husna Allah Jalla Jalaluhu. Sebagaimana, segala sesuatu yang ada -selain Allah- yaitu sebab diadakan oleh Allah, sedang keberadaan selain-Nya yaitu ikut kepada keberadaan-Nya, dan makhluk yang dicipta ikut kepada Yang Menciptakannya maka demikian pula ilmu wacana Allah yakni sumber segala ilmu yang lain. Oleh alasannya itu, terpelajar wacana Al-Asma` Al-Husna adalah sumber ilmu pengetahuan yang lain.[10]

Kesepuluh: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa yang menghitung (nama-nama) tersebut, beliau akan dimasukkan ke dalam surga.”

Insya Allah, akan datang, pembahasan yang berkaitan dengan makna menghitung Al-Asma` Al-Husna, bahwa maknanya bukan hanya sekadar menjumlah dan menghafalkannya, melainkan juga mengetahui makna dan kandungannya sehingga tiada jalan bagi siapa saja yang ingin meraih keutamaan yang tersurat dalam hadits di atas, kecuali dengan mempelajari Al-Asma` Al-Husna sesuai dengan jalan yang benar dan pemahaman lurus.

Kesebelas: ayat-ayat yang menyebutkan nama-nama dan sifat-sifat Allah kedudukannya yang paling agung dalam Al-Qur`an Al-Karim melebihi ayat lain[11]. Oleh alasannya itu, ayat yang paling agung ialah ayat Kursi -yang mengandung sejumlah sifat dan beberapa nama Allah- sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Ubay bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada beliau,

“Wahai Abul Mundzir (Ubay), ayat apa yang paling agung dari kitab Allah yang kau hafal?” Saya (Ubay) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau (kembali) bertanya, “Wahai Abul Mundzir, ayat apa yang paling agung dari kitab Allah yang kau hafal?” Saya menjawab, “Allahu La Ilaha Illa Huwal Hayyul Qayyûm [ayat Kursi],” maka beliau memukul dadaku seraya berkata, “Demi Allah, ilmu akan membahagiakanmu, wahai Abul Mundzir.” [12]

Demikian pula eksistensi dan keutamaan surah Al-Fatihah yang telah dikenal dan dimaklumi, di antaranya yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyifatkan surah Al-Fatihah,

“(Al-Fatihah) itu yaitu seagung-agung surah dalam Al-Qur`an.” [13]

Juga keutamaan surah Al-Ikhlash yang mengandung nama-nama dan sifat-sifat Allah. Salah satu keutamaannya tertera dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sebetulnya (surah Al-Ikhlash) itu senilai sepertiga Al-Qur`an.” [14]

Keterangan di atas memberikan keagungan dan kemuliaan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla.

Demikian beberapa hal yang menawarkan pentingnya mempelajari Al-Asma` Al-Husna dan betapa perlunya seorang hamba untuk mendalaminya.

Perlu kami ingatkan pula bahwa pembahasan Al-Asma` Al-Husna bersumber dari Al-Qur`an dan Sunnah, bukan bersumber dari logika, perasaan, eksperimen, pandangan baru, dan budpekerti istiadat. Ini yaitu kaidah dasar yang harus kami ingatkan dalam tulisan ini mengingat bahwa banyak di antara kaum muslimin yang tertipu dengan kepandaian sebagian orang, yang hanya berlari di belakang dunia atau terkungkung oleh hawa nafsu dan was-was syaithan, dengan membawakan kandungan dan manfaat Al-Asma` Al-Husna yang tidak pernah ditunjukkan oleh tuntunan Al-Qur`an dan Sunnah.

Semoga Allah memudahkan segala alasannya kebaikan untuk kita semua dan menjauhkan kita semua dari segala kejelekan. Wallahu Ta’ala A’lam.

——————————————————————————–

[1] Bacalah Ahkam Al-Qur`an 2/793 -dengan perantara kitab Asma`ullah wa Shifatuhu karya Al-Asyqar hal. 23-.

[2] At-Taudhih wa Al-Bayan Li Syajarah Al-Iman hal. 41.

[3] Nama Ar-Rahman dan Ar-Rahim berasal dari kata rahmat. Terdapat rincian makna kata rahmat pada nama Ar-Rahman dan kata rahmat pada nama Ar-Rahim. Insya Allah, penjelasan tentang makna dan kandungan kedua nama itu akan datang.

[4] Ada perbincangan seputar keabsahan penamaan ini. Insya Allah, pembahasannya akan tiba.

[5] Ada perbincangan seputar keabsahan penamaan ini. Insya Allah, pembahasannya akan tiba.

[6] Ada perbincangan seputar keabsahan penamaan ini. Insya Allah, pembahasannya akan tiba.

[7] Petikan dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim.

[8] Yang witir memiliki banyak kandungan makna. Insya Allah, hal ini akan diuraikan dalam pembahasan nama Al-Witr.

[9] ‘Idah Ash-Shabirin hal. 241. Baca jugalah Madarij As-Salikin 1/420 dan Miftah Dar As-Sa’adah 1/3.

[10] Demikian makna keterangan Ibnul Qayyim dalam kitabnya, Bada`i’ Al-Fawa`id 1/163.

[11] Bacalah keterangan Ibnu Taimiyah dalam Da` At-Ta’arudh baina Al-‘Aql wa An-Naql 5/310-313.

[12] Dikeluarkan oleh Muslim no. 810 dan Abu Dawud no. 1460.

[13] Dikeluarkan oleh Al-Bukhary, Abu Dawud no. 1458, An-Nasa`iy 2/193, dan Ibnu Majah no. 3785 dari Abu Sa’id Al-Mu’alla radhiyallahu ‘anhu.

[14] Dikeluarkan oleh Al-Bukhary, Abu Dawud no. 1461, dan An-Nasa`iy 2/171 dari Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu. Dikeluarkan pula oleh Muslim no. 812, At-Tirmidzy no. 2899, dan Ibnu Majah no. 3738 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Juga dikeluarkan oleh Muslim no. 811 dari Abu Darda` radhiyallahu ‘anhu.

Sumber : Pentingnya Mengenal Al-Asma` Al-Husna, Al Ustadz Dzulqarnaen bin Muhammad Sunusi

Subscribe to receive free email updates: