Ummu Mutiah, Perempuan Pertama Yang Pertama Masuk Nirwana

Fatimah Az-Zahra, walaupun putri kesayangan Rasulullah SAW, namun tidak pernah manja. Pantang baginya meminta sesuatu kepada sang ayah. Hidupnya sederhana, dan taat beribadah.

Sebagai seorang istri, serta ibu dari Hasan dan Husein, Fatimah selalu sabar dan tulus. Tugas kesehariannya dijalani sendiri, seperti menggiling gandum hingga tangannya lecet.

Tidak ragu mengangkut air untuk kebutuhan keluarga sampai alasnya berbekas di dadanya. Rumah Fatimah selalu bersih, dan rapi berkat keuletannya mengurus perabotan di rumah.


Suatu hari Fatimah menanyakan kepada ayahnya, siapakah perempuan yang pertama kali masuk nirwana? Rasulullah menjawab, “Wahai Fatimah, bila engkau ingin mengetahui wanita pertama masuk nirwana, selain Ummul Mukminin, ia ialah Ummu Mutiah.

“Siapakah Mutiah itu, ya Rasulullah? Di manakah beliau tinggal?” tanya Fatimah penasaran. Karena tidak ada yang mengenal Mutiah. Rasulullah menjelaskan, Ummu Mutiah yang dimaksud yaitu wanita yang tinggal di pinggiran Kota Madinah.

Jawaban itu membuat Fatimah tercengang. Ternyata bukan dirinya wanita yang masuk nirwana pertama kali. Padahal Fatimah sebagai putri Rasulullah, dan telah menjalankan ibadah, amalan, serta bermuamalah dengan baik.

Untuk memenuhi rasa penasaran, Fatimah berkunjung ke rumah Mutiah di pinggiran Madinah. Dia ingin menilik amalan dan ibadah apa yang dilakukan Mutiah sampai Rasulullah menyebut namanya sebagai wanita terhormat.

Keesokan harinya, Fatimah pamit kepada suaminya mengunjungi kediaman Mutiah. Dia mengajak putranya Hasan. Setelah mengetuk pintu, memberi salam, terdengar suara dari dalam rumah. “Siapa di luar?” tanya Mutiah.

Fatimah menjawab, “Saya Fatimah, putri Rasulullah.”

Mutiah belum mau membuka pintu, malah balik bertanya, “Ada keperluan apa?”

Fatimah menjawab, ingin bersilaturahim saja. Dari dalam rumah Mutiah kembali bertanya, “Anda seorang diri atau bersama yang lain?”
“Saya bersama Hasan, putra saya,” jawab Fatimah dengan tabah.

“Maaf, Fatimah,” kata Mutiah, “Saya belum menerima izin dari suami untuk mendapatkan tamu laki-laki.”

“Tetapi Hasan belum dewasa,” balas Fatimah.

“Walaupun bawah umur, dia lelaki juga. Besok saja kembali lagi sehabis saya menerima izin dari suami aku,” timpal Mutiah.

Fatimah tidak mampu menolak. Setelah mengucapkan salam ia bersama Hasan meninggalkan kediaman Mutiah.


Keesokan harinya, Fatimah kembali mengunjungi rumah Ummu Mutiah. Kali ini bukan hanya Hasan yang ikut, Husein pun ingin ikut ibunya. Tiba dikediaman Ummu Mutiah, terjadi lagi dialog dari balik pintu.

Menurut Mutiah, suaminya telah mengizinkan Hasan masuk ke rumahnya. Sebelum pintu dibuka, Fatimah mengatakan, kali ini bukan hanya Hasan yang ikut, melainkan bertiga bersama Husein. Mendengar balasan Fatimah, Mutiah urung membukakan pintu.

Mutiah menanyakan, apakah Husein seorang perempuan? Fatimah meyakinkan Mutiah bahwa, Husein cucu Rasulullah, saudaranya Hasan. “Dia seorang anak pria.”

“Saya belum meminta izin kepada suami jika Husein mau berkunjung ke rumah ini,” kata Mutiah.

“Tapi Husein masih anak-anak,” tegas Fatimah.

“Walaupun anak-anak, Husein pria juga. Maafkan Fatimah, bagaimana jikalau kembali besok, sehabis saya meminta izin kepada suami,” kata Mutiah.

Fatimah tidak mampu memaksa Mutiah. Dia bersama Hasan dan Husein kembali pulang, namun besok berjanji untuk tiba lagi.

Keesokan harinya, Mutiah menyambut kedatangan Fatimah bersama Hasan dan Husein dengan bangga. Kali ini kehadiran Hasan dan Husein telah menerima izin dari suaminya. Fatimah pun bersemangat ingin segera ‘menilik’ ibadah, amalan, dan muamalah apa saja yang dilakukan wanita pertama masuk surga ini.

Keadaan rumah Mutiah jauh dari yang dibayangkan Fatimah. Rumahnya sangat sederhana, tanpa perabotan mewah. Namun, semuanya tertata rapi dan higienis. Tempat tidur beralaskan seprai putih yang harum. Setiap sudut ruangan tampak segar dan bacin membuat penghuninya senang berlama-usang di rumah. Hasan dan Husein pun merasa betah bermain di kediaman Ummu Mutiah.

Selama berkunjung, Fatimah tidak menemukan sesuatu yang istimewa dilakukan Mutiah. Namun, Ummu Mutiah kelihatan sibuk mondar-mandir dari dapur ke ruang tamu. “Maaf Fatimah, aku tidak bisa duduk tenang menemanimu, alasannya adalah aku harus menyiapkan kuliner untuk suami,” ungkap Mutiah yang terlihat sibuk.

Mendekati waktu makan siang semua kuliner sudah tersedia. Mutiah menuangkan satu per satu masakan di wadah khusus untuk dikirim ke suaminya yang bekerja di ladang. Yang membuat Fatimah heran, selain kuliner, Mutiah membawa bekal sebuah cambuk.

“Apakah suamimu penggembala?” tanya Fatimah. Menurut Mutiah, suaminya bekerja sebagai petani, bukan penggembala.

“Lalu, untuk apa cambuk tersebut?” tanya Fatimah semakin penasaran.

Mutiah menjelaskan, cambuk ini sangat penting fungsinya. Jika suami Mutiah merasa kuliner istrinya tidak enak, ia ridha cambuk yang ‘bicara’.

Mutiah akan menyerahkan cambuk kepada suaminya untuk dipukulkan ke punggungnya. “Berarti aku tidak mampu melayani suami dan menyenangkan hatinya,” kata Mutiah.

“Apakah itu kehendak suamimu?” tanya Fatimah.

“Ini bukan kehendak suami. Suamiku orang yang penuh kasih sayang. Semua ini kulakukan alasannya adalah keinginanku sendiri, biar jangan sampai menjadi istri durhaka kepada suami.”

Jawaban Mutiah menjadi tanggapan atas misteri yang selama ini dicari Fatimah. Masya Allah, demi menyenangkan suami, Mutiah rela dicambuk.

“Aku hanya mencari keridhaan dari suami, alasannya istri yang baik yaitu istri yang patuh pada suami yang baik dan suami ridha kepada istrinya,” ujar Mutiah.

“Ternyata ini rahasianya,” gumam Fatimah.

Mutiah sekarang balik heran, “Maksudnya belakang layar apa, Fatimah?”

Fatimah menjelaskan bahwa Rasulullah menyampaikan dirinya (Ummu Mutiah) yakni perempuan yang diperkenankan masuk surga pertama kali.

“Pantas saja kelak Mutiah menjadi perempuan pertama masuk nirwana. Dia menjaga diri dan sangat ikhlas berbakti kepada suami,” ujar Fatimah dalam hati.

Apa yang dilakukan Mutiah bukan simbol perbudakan suami kepada istrinya. Melainkan cermin ketulusan, dan pengorbanan istri yang patut mendapat akhir nirwana.

Subscribe to receive free email updates: