Janganlah Kau Merendahkan Orang Lain



“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum merendahkan kaum yang lain, (alasannya adalah) boleh jadi mereka (yang direndahkan) lebih baik dari mereka (yang merendahkan)…” (QS. Al-Hujurat: 11) Yakni, jangan merendahkan orang atau kaum tertentu. Meremehkan dan memandang hina orang lain termasuk kesombongan.

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk nirwana orang yang didalam hatinya terdapat sebutir debu dari kesombongan.” (HR. Muslim)


Kesombongan, walau hanya sebesar butir abu, akan menghalangi orang untuk masuk ke dalam nirwana. Rasulullah SAW bersabda, “Kesombongan itu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.”

Menghina dan meremehkan orang lain yakni tindakan zalim dan dosa. Jika Anda meremehkan orang lain, maka pahala kebaikan Anda akan hilang dan Anda akan mendapatkan murka Allah SWT.

Ingatlah sabda Rasulullah SAW kepada Abu Dzar, sehabis Abu Dzar mencaci orang lain dengan menyebut ibunya. Apa yang dikatakan Rasulullah kepada Abu Dzar? Beliau bersabda, “Sesungguhnya engkau seorang yang didalam dirimu masih ada sifat jahiliyah.” (HR. Bukhari)

Bukhari membuat bagian tersendiri, dalam bukunya, yang membahas wacana ayat, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (alasannya adalah) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan)dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (sebab) boleh jadi perempuan-perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kau panggil memanggil dengan gelar-gelar yang jelek.Seburuk-buruk panggilan yaitu (panggilan) yang jelek setelah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujurat: 11) Di dalam bab ini Bukhari menyebutkan dua hadits:

1. Dari Abdullah ibn Zama’ah, ‘Rasulullah melarang orang menertawakan (orang lain) alasannya sesuatu yang keluar dari dalam tubuhnya.” (HR. Bukhari)

2. Dari Abdullah Ibn Umar, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan (untuk dilanggar) atas kalian darah-darah kalian, harta kalian dan harga diri kalian, sebagaimana haramnya hari kalian ini, dalam bulan ini, di kota ini.” (HR. Bukhari)

Termasuk bentuk meremehkan orang lain adalah meremehkan mereka alasannya adalah dosa dan kesalahan yang mereka lakukan. Apalagi jika ternyata mereka telah bertobat dari dosa dan kesalahannya.

Firman Allah, “Bisa jadi mereka yang diremehkan itu lebih baik daripada mereka yang meremehkan.” (QS. Al-Hujurat: 11) Betul sekali mereka yang diremehkan mampu jadi lebih baik dan lebih mulia di sisi Allah daripada mereka yang meremehkan. Orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.

Bisa jadi seorang sahaya lebih baik daripada tuannya disisi Allah. Bisa jadi rakyat lebih baik daripada pejabat. Bisa jadi pegawai lebih baik daripada komisaris…

Allah berfirman, “Sesungguhnya orang yang termulia disisi Allah yakni orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Pandai.” (QS. Al-Hujurat: 13)

“Sesungguhnya barangsiapa tiba kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka bahwasanya baginya neraka Jahannam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. Dan barangsiapa tiba kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh bersedekah saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-daerah yang tinggi (mulia), (adalah) surga ‘Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka baka di dalamnya. Dan itu ialah akibat bagi orang yang higienis (dari kekafiran dan kemaksiatan).” (QS. Thaha: 74-76)

“Dan janganlah sekali-kali orang kafir menyangka bahwa derma tangguh Kami kepada mereka yakni lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah biar bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS. Ali-Imran: 178)

“Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertaqwa itu lebih mulia dari pada mereka di hari Kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. Al-Baqarah: 212)

Rasulullah SAW ditanya, “Siapakah orang yang paling mulia?” Rasulullah menjawab, “Orang yang paling bertaqwa kepada Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bukhari meriwayatkan dari Sahal ibn Sa’ad as-Saidi, “Seorang laki-laki lewat didepan Rasulullah, Rasulullah berkata kepada seseorang yang duduk disisi dia, “Bagaimana pendapatmu ihwal orang ini?” Orang yang disisi Nabi itu menjawab, “Ia yaitu oaring dari golongan terhormat. Demi Allah, bila dia meminang, beliau pasti diterima; jika beliau meminta bantuan, niscaya dibantu.” Rasulullah SAW diam. Kemudian lewat orang yang lain. Dan Rasulullah pun bertanya kepada orang yang disampingnya tadi, “Bagaimana pendapatmu ihwal yang ini?” Orang itu menjawab, “Wahai Rasulullah, beliau orang dari golongan muslim yang miskin. Jika dia meminang, pasti ditolak; kalau beliau minta tunjangan, pasti tidak ada yang membantu; kalau ia berkata, pasti tidak ada yang mendengarkan ucapannya.” Kemudian Rasulullah SAW berkata, “Orang ini (yang miskin) lebih baik daripada bumi dengan segala isinya dan orang yang tadi (yang dari golongan terhormat).” (HR. Bukhari)

Dalam hadits ini mungkin orang miskin itu lebih baik agamanya daripada orang yang dari golongan terhormat.

Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian, tidak pula melihat harta kalian. Tetapi Allah melihat hati dan perbuatan kalian.”

Rasulullah SAW juga pernah bersabda, “Banyak orang yang berpenampilan kumal, tak dipersilahkan masuk di hadapan pintu-pintu rumah. Padahal jikalau dia bersumpah, niscaya Allah akan menerimanya.”

Perhatikanlah bayi kecil yang mampu berbicara untuk mengukuhkan kebenaran. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, “Nabi SAW bersabda, ‘Hanya ada tiga bayi yang mampu berbicara saat masih dalam buaian…’ Kemudian lanjutan hadits itu yaitu, ‘Ketika seorang bayi sedang menyusu pada ibunya, lewatlah seseorang dengan menunggang kuda yang gagah dan berpenampilan menarik. Sang ibu berkata, ‘Ya Allah jadikanlah anakku seperti orang ini.’ Anak itu sontak melepaskan mulutnya dari putting susu ibunya, melihat orang itu dan berkata, ‘Ya Allah, jangan Engkau jadikan aku mirip orang itu!’ Kemudian bayi itu kembali menyusu.’ Aku (Abu Hurairah) berkata, ‘Aku melihat Rasulullah menceritakan kasih itu dengan penuh penghayatan. Sampai-hingga, saat berkata ‘bayi itu menyusu’, dia tanpa sadar mengisap jari jempol tangannya.’ ‘Kemudian (dihadapan ibu dan bayi tadi) lewat banyak orang menggiring seorang sahaya sambil memukuli dan memakinya, ‘Engkau berzina dan mencuri!’ Sedang sahaya itu berkata, “Allah mencukupi aku dan Dialah pelindung yang paling baik”

Melihat itu sang ibu berucap, ‘Ya Allah, jangan jadikan anakku mirip dia.’ Bayi yang digendong tersebut segera melepaskan putting ibunya, menatap sahaya itu dan berkata, ‘Ya Allah, jadikanlah saya seperti dia.’ Sang ibu bertanya kepada bayinya perihal apa saja yang gres beliau alami. Sang bayi menjelaskan kepaa ibunya bahwa sahaya wanita itu tidak berzina dan tidak mencuri. Sedangkan pria dengan kendaraan yang gagah itu yaitu seorang penindas.”

Firman Allah, “…dan jangan pula wanita-perempuan (meremehkan) perempuan-wanita lainnya, (alasannya) boleh jadi perempuan-wanita (yang diremehkan) lebih baik dari perempuan (yang meremehkan).” (QS. Al-Hujurat: 11) Ini berisi peringatan terhadap kaum wanita agar tidak menyombongkan diri. Para wanita adalah “kurang daya nalarnya dan agamanya”, dan saling menyombongkan diri itu sering terjadi kalangan kaum perempuan. Itulah alasan mengapa mereka disebut secara khusus dalam ayat ini.[*]

Subscribe to receive free email updates: