Tips Biar Daging Kurban Kita Berkah

Berkurban memiliki pahala dan keutamaan yang besar. Karena itu, tuntunan berkurban disandingkan dengan perintah shalat mirip tertuang di surah al-Kautsar ayat 2. Sebuah hadis menyebut pula, berkurban sangat dicintai Allah SWT. Dan, binatang yang dikurbankan kelak akan menjadi saksi dan bukti ketulusan di hadapan-Nya.

Guru besar ilmu hadis Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, Prof Abdurrahman al-Barr, menyampaikan atas dasar keistimewaan itu pula lah berkurban tak sekadar menyembelih binatang lalu final dan gugur kesunatannya. Lebih dari itu, di balik ajuan berkurban terdapat sejumlah etika yang penting dipenuhi. Itu semoga kurban yang ditunaikan lebih bermakna dan tentunya potensial diterima oleh Allah.


Dalam takaran dan kacamata manusia, tentunya. Beberapa etika di antaranya berkorelasi eksklusif dengan teknis dan mekanisme penyembelihan, yakni meliputi waktu, tata cara, dan fikih pemotongan. Tetapi, sebagian lain yakni dasar susila budbahasa berkurban yang tidak berkaitan eksklusif dengan prosesi atau teknis kurban.

Pembahasan kali ini mencoba fokus pada jenis adat yang kedua. Apa sajakah akhlak dan budpekerti berkurban yang perlu diperhatikan?

Prof Abdurrahman memaparkan bahasan ini dalam makalahnya yang berjudul "Al-Udhhiyah Fadhluha wa Ahkamuha". Menurut dia, poin pertama yang mutlak harus ditekankan oleh mereka yang hendak berkurban adalah meluruskan niat. Akibat inkonsistensi niat, pahala berkurban terancam sia-sia.



Motif utama pekurban seyogianya bukan kasus duniawi mirip menarik pujian atau simpati. Melainkan, sudah semestinya kurban yang ditunaikan murni ditujukan untuk-Nya. Sebab, hakikat dan esensi berkurban adalah tercapainya ketakwaan dalam diri seseorang. “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang mampu mencapainya.” (QS. al-Hajj [22]: 37).

Abdurrahman mengemukakan, biar pekurban tidak memotong kuku atau mencukur rambutnya saat memasuki tanggal 10 Dzulhijjah, mirip yang dianjurkan dalam hadis Muslim dari Ummu Salamah. Rasulullah menganjurkan agar orang yang ingin berkurban tidak mengambil sedikit pun dari rambut atau kukunya. Hikmah di balik tuntunan ini, antara lain, semoga pembebasan dirinya dari api neraka mampu lebih tepat. Pandangan lain menyampaikan, larangan ialah bentuk pengilhaman ritual oleh para jamaah haji.

Guna menyempurnakan ibadah kurban, Rasulullah menganjurkan semoga daging binatang kurban didistribusikan kepada sesama. Anjuran menyebarkan akan menjadikan ibadah ini semakin bermakna. Mengingat tak sedikit dari masyarakat yang jarang mengonsumsi dan mencicipi kenikmatan daging. Cara pembagiannya, sepertiga bagi keluarga, sepertiga untuk disimpan, dan sepertiganya lagi dibagi ke sesama. 

Abdurrahman pertanda, para pekurban dianjurkan untuk menyembelih sendiri hewan kurbannya atau menyaksikan pribadi proses penyembelihan. Rasulullah, seperti hadis az-Zuhri dari Aisyah RA, melakukan pemotongan hewan kurban sendiri. Nabi kerap pula memerintahkan isteri dan puteri-puterinya biar melihat proses pengurbanan binatang.



Soal jenis hewan dan sumber harta, Abdurrahman menegaskan bahwa hewan yang dikurbankan mesti berupa hewan berkualitas dan tidak ada kekurangan, seperti cacat di salah satu bab tubuhnya.

Abu Amamah bin Sahal mengatakan, para sobat di Madinah selalu berkurban dengan binatang yang sehat dan gemuk. Sebagaimana teladan Rasul periode mengurbankan dua domba yang bermutu tinggi.

Demikian juga dengan sumber hartanya. Uang yang dipergunakan untuk membeli kurban mesti berasal dari sumber nafkah yang halal. Ini lantaran Allah adalah Mahabaik dan tidak akan mendapatkan sedekah atau ibadah apa pun kecuali yang dihasilkan dari muasal yang halal dan baik pula.

Subscribe to receive free email updates: