Dongeng Sepatu Dan Sandal Jepit

Disebuah toko sepatu dikawasan perbelanjaan termewah di sebuah kota, Nampak di etalase sebuah sepatu dengan anggun diterangi oleh lampu yang indah. Dari tadi ia Nampak jumawa dengan posisinya, sesekali dia menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memamerkan kemolekan designnya, haknya yang tinggi.

Pada dikala jam istirahat, seorang pramuniaga yang akan makan siang meletakkan sepasang sandal jepit tidak jauh dari letak sang sepatu.


“Hai sandal jepit, sial sekali nasib kamu, diciptakan sekali saja dalam bentuk buruk dan tidak menarik”, sergah sang sepatu dengan nada congkak.
Sandal jepit hanya termenung dan melemparkan sebuah senyum persahabatan.

“Apa menariknya menjadi sandal jepit?, tidak ada pujian bagi para pemakainnya, tidak pernah menerima kawasan penyimpanan yang istimewa, dan tidak pernah disesali pada dikala hilang, kasihan sekali kau”, ujar sang sepatu dengan nada yang semakin tinggi dan bertambah sinis.

Sandal jepit menarik nafas panjang, sambil menatap sang sepatu dengan tatapan lembut, beliau berkata “Wahai sepatu yang terhormat, mungkin semua orang akan mempunyai kebanggaan jikalau memakai sepatu yang indah dan mewah sepertimu. Mereka akan menyimpannya ditempat yang terjaga, membersihkannya meskipun masih bersih, bahkan sekali-sekali memamerkan kepada sanak keluarga maupun tetangga yang berkunjung ke rumahnya”. Sandal jepit berhenti sejenak dan membiarkan sang sepatu menikmati pujiannya.

“Tetapi sepatu yang terhormat, kamu hanya menemaninya di dalam kesemuan, pergi ke kantor maupun ke permintaan-seruan pesta untuk sekedar sebuah pujian. Kamu hanya digunakan sekali saja. Bedakan dengan aku. Aku siap menemani kemana saja pemakaiku pergi, bahkan saya sangat loyal meski digunakan ke toilet ataupun kamar mandi. Aku memunculkan kerinduan bagi pemakaiku. Setelah dia seharian dalam cengkeraman keindahanmu, maka insan akan segera merindukanku. Karena apa wahai sepatu? Karena aku memunculkan kenyamanan dan kelonggaran. Aku tidak membutuhkan perhatian dan perawatan yang special. Dalam kamus kehidupanku, bila kita ingin menciptakan orang bahagia maka kita harus menciptakan kenyamanan untuknya”, Sandal jepit berkata dengan antusias dan membiarkan sang sepatu terpana.

“Sepatu ! Sahabatku yang terhormat, untuk apa kehebatan jika sekedar untuk dipamerkan dan mengakibatkan imbas ketakutan untuk kehilangan. Untuk apa kepandaian dikeluarkan hanya untuk sekedar menerima kekaguman.” Sepatu mulai tersihir oleh ucapan sandal jepit.

“Tapi bukankah menyenangkan bila kita dikagumi banyak orang”, jawab sepatu mencoba mencari pembenar atas posisinya. Sandal jepit tersenyum dengan bijak “Sahabatku! Ditengah kekaguman bantu-membantu kita sedang membuat tembok pembeda yang tebal, semakin kita ingin dikagumi maka bergotong-royong kita sedang membangun temboknya”.

Dari pintu toko nampak sang pramuniaga tergesa-gesa mengambil sandal jepit karena ingin bersegera mengambil air wudhu. Sambil tersenyum bahagia sandal jepit berbisik kepada sang sepatu.

“Lihat sahabatku, bahkan untuk berbuat kebaikan pun insan mengajakku dan meninggalkanmu”.

Sepatu menatap kepergian sandal jepit ke mushola dengan penuh kekaguman seraya berbisik perlahan “Terima kasih, engkau telah menunjukkan pelajaran yang berharga sahabatku, sandal jepit yang terhormat”.

Subscribe to receive free email updates: